Ketika Demokrasi Kehilangan Rakyatnya



saat upacara atau parade memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (LPMH / Fisip Umsu (arti dari demokrasi)

LPMH-Demokrasi, pada hakikatnya, adalah ruang di mana suara rakyat menjadi kompas arah kekuasaan. Namun hari ini, ruang itu terasa sunyi. Bukan karena suara rakyat menghilang, tetapi karena ia dibungkam atau tak lagi dipercaya. Demokrasi yang seharusnya hidup dari partisipasi, justru dikendalikan oleh segelintir elit yang menjadikan kekuasaan sebagai milik pribadi.


“Ketika hukum dibuat tanpa keadilan, dan kebijakan lahir tanpa suara rakyat di situlah demokrasi menjadi nama tanpa makna.”


Kesadaran kolektif untuk membenahi demokrasi tampak melemah. Rakyat, yang seharusnya menjadi penentu, kini lebih sering menjadi penonton. Yang berani bersuara hanya sedikit, sisanya memilih diam atau sibuk mengejar kepentingan pribadi di tengah kerusakan sistem.


Lalu, apakah demokrasi masih layak dipertahankan?


Saya percaya, yang salah bukanlah demokrasi sebagai sistem, melainkan kita yang terlalu lama diam, terlalu cepat menyerah, dan terlalu takut untuk berpikir kritis. Demokrasi tidak pernah lemah. Kitalah yang membuatnya dilemahkan oleh membiarkan kekuasaan melampaui batasnya.


“Bukan demokrasi yang lemah. Kitalah yang membiarkannya dilemahkan.”


Bila demokrasi kini terasa seperti penyakit yang terus menjalar, maka keberanian adalah obatnya. Bukan keberanian mengangkat senjata, tapi keberanian berpikir, berbicara, dan bertindak jujur. Demokrasi hanya bisa diselamatkan oleh mereka yang masih percaya bahwa satu suara bisa membawa perubahan.


“Selama masih ada satu suara yang tak dibeli, satu pikiran yang tak tunduk, dan satu hati yang tak diam demokrasi belum mati.”


Saya menulis ini bukan untuk menghakimi, tapi untuk mengajak berpikir. Mungkin kita bukan siapa-siapa di panggung kekuasaan, tapi kesadaran adalah awal dari perlawanan. Dan perlawanan terbesar hari ini adalah melawan rasa putus asa.


“Jika kamu kecewa pada demokrasi hari ini, jangan tinggalkan dia perjuangkan dia.”


Deskripsi: Refleksi pribadi tentang demokrasi yang pincang, dan ajakan untuk kembali merebutnya dari tangan mereka yang menggunakannya demi diri sendiri.


Tag: #Demokrasi #RefleksiKritis #KesadaranPolitik #SuaraRakyat #PemudaBerpikir

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama